BRATASURA
(Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta)
Sejarah , Awalmula , Fakum dan Berkembang Kembali
Pendahuluan
Manajemen merupakan
suatu ilmu dan seni, mengapa disebut demikian, sebab antara keduanya tidak bisa
dipisahkan. Manajemen sebagai suatu ilmu pengetahuan, karena telah dipelajari
sejak lama, dan telah diorganisasikan menjadi suatu teori. Hal ini dikarenakan
didalamnya menjelaskan tentang gejala-gejala manajemen, gejala-gejala ini lalu
diteliti dengan menggunakan metode ilmiah yang dirumuskan dalam bentuk
prinsip-prinsip yang diujudkan dalam bentuk suatu teori. Sedang manajemen
sebagai suatu seni, disini memandang bahwa di dalam mencapai suatu tujuan
diperlukan kkerja sama dengan orang lain, nah bagaimana cara memerintahkan pada
orang lain agar mau bekerja sama. Pada hakekatnya kegiatan manusia pada umumnya
adalah managing ( mengatur ) untuk mengatur disini diperlukan suatu seni,
bagaimana orang lain memerlukan pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama.
Di dalam dunia seni
rupa ketika berkarya dianggap sebagai kegiatan ekonomi maka karya yang
dihasilkan disebut sebagai produk ekonomi, bernilai tukar dan bisa
diperjualbelikan, menghasilkan laba, direproduksi secara terus menerus, dll. Di
lain pihak, dunia usaha cenderung lebih membutuhkan praktisi ketimbang
teoritisi (baca: kritikus, sejarawan seni), outputnya bisa segera tampak,
yaitu: hasil produksi yang seragam karena reproduksi yang sama, terus-menerus,
atau peniruan sebagai konsekuensi atas permintaan pasar. Produksi (supplay) akan terus-menerus terjadi dan
harga akan naik ketika permintaannya tetap tinggi. Kemudian proses peniruan dan
atau proses reproduksi tidak terbatas pada produknya tetapi juga pola proses
transaksi jual belinya. Pengelolaan dengan tujuan ekonomi dalam dunia seni
rupa, telah sangat menguntungkan. Situasi ini akan memunculkan spekulasi karena
penyandang dana tidak mau kehilangan keuntungan atas investasi yang telah
ditanamkan. Keinginan utama dari investor adalah meminimalkan risiko dan
meningkatkan perolehan.
Asumsi umum bahwa
investor individu yang rasional adalah seorang yang tidak menyukai risiko, maka
investasi yang berisiko harus dapat menawarkan tingkat perolehan yang tinggi,
oleh karena itu investor sangat membutuhkan informasi mengenai risiko dan
pengembalian yang diinginkan. Dalam situasi ini maka maraknya lelang karya seni
menjadi peristiwa yang logis sebagai alat penyedia informasi mengenai
harga-harga. Namun informasi yang disediakan sekaligus menjadi pisau bermata
dua bagi lapisan yang mengalami pencerahan kedua atau selanjutnya. Masalah yang
terjadi adalah kegagapan kelas. Karena investor kedua atau yang selanjutnya
itu, sebenarnya adalah pasar bagi investor yang telah maju lebih dahulu.
Peristiwa ini terjadi karena tidak adanya kesadaran akan perbedaan nilai-nilai
sosial dan ekonomi pada lapisan-lapisan yang berbeda. Istilah trendinya “culture shock”. Beberapa karya seni pada
suatu saat bisa terjual lebih tinggi tinimbang nilai naturalnya. Misalnya; sama-sama hasil karya seni yang berupa
Tosan Aji, atau umum disebut dengan Keris. Hal yang membuatnya sehingga disebut
culture shock adalah sama-sama berasal dari pembuat yang sama,
diperjualbelikan di kalangan pasar Tosan Aji dengan diperjual belikan di
kalangan para pejabat dengan tambahan beberapa aksesoris yang bernilai. Dari
hal tersebut sudah jelas harga yang ditentukan dalam kalangan pasar akan lebih
rendah dari pada yang diperjualbelikan di kalangan pejabat.
Dalam
yayasan Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta merupakan yayasan yang menaungi para
pedangan di kalangan pasar dan pencipta, karena merekalah yang sering dirugikan
oleh kalangan tengkulak yang berada di level atas. Hal tersebut dapat
diandaikan seperti contoh sering nampak pada produk kebutuhan pokok di
masyarakat umumnya. Bedanya dalam hal Tosan Aji (Keris) bukan barang pokok melainkan barang kebutuhan
tersier yang kebutuhannya dapat dicukupi
sewaktu-waktu jika diperlukan. Hal ini telah melenceng jauh dengan terbuktinya
barang yang merupakan karya seni sebagai warisan budaya, penanda tingkatan
status sosial (pangkat) dan pelengkap busana adat beralih fungsi sebagai barang
dagangan, bahkan komoditi eksport setara dengan barang souvenir atau cindera
mata lainnya, walaupun perdagangannya masih dalam jumlah terbatas.
BAWARASA TOSAN AJI SURAKARTA
(BRATASURA)
- Sejarah Singkat Organisasi Keris di Surakarta
Di awal abad ke XX organisasi modern
yang tumbuh di masyarakat merupakan kekuatan baru untuk memperjuangkan bidang
politik, ekonomi dan budaya. Dulunya organisasi moderen tidak dikenal pada
struktur feodal aristokrat sebelum abad ke XX. Kultur Komite dibentuk merupakan
organisasi yang bergerak dalam pelestarian kebudayaan, beraktifitas secara
rutin di tahun duapuluhan sampai tiga puluhan. Organisasi itu selalu mengadakan
pertemuan membicarakan masalah kebudayaan di museum Radya Pustaka Surakarta.
Pada pertemuannya mengupas masalah kebudayaanJawa
Kultur Komite terdiri berbagai kalangan baik orang pribumi maupun orang
Belanda. Organisasi itu sangat berguna banyak memberikan dasar-dasar tumbuhnya
organisasi kebudayaan serupa di Surakarta dikemudian hari.
Tahun lima puluhan setelah keadaan
politik dan ekonomi Indonesia sudah mulai stabil, masyarakat Surakarta kembali
menata diri dalam bidang kebudayaan dan kesenian. Hilangnya empu keris membuat
masyarakat pecinta keris mencoba mengorganisir diri dengan membentuk organisasi
formal sebagai wadah organisasi budaya seperti kultur komite. Organisasi pecita
keris berdiri pada tahun 1952 memperjuangkan tujuannya guna melestarikan
pengetahuan dan pelestarian keris di Surakarta, dengan nama Paguyuban Bawarasa
Tosan Aji. Paguyuban itu didirikan oleh beberapa orang mantan anggota kultur
komite, anggotanya dari kelompok masyarakat yang mempunyai kepedulian dengan
kelangsungan perkembangan keris di Surakarta. Bawarasa Tosan Aji merupakan
organisasi yang berkecimpung dalam bidang kajian tentang keris, dipimpin oleh
Pangeran Sumodiningrat, RMA Woerjaningrat dan Pangeran Hadiwijaya. Anggotanya
terdiri dari kalangan pecinta keris dari Keraton Surakarta, para saudagar dan
masyarakat umum.
Paguyuban Bawarasa Tosan Aji dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, pertemuan
dilakukan setiap bulan di rumah para anggota dari berbagai kalangan.
Kegiatan tersebut berlangsung sampai pada
pertengahan tahun enampuluhan. Sayangnya setelah situasi politik memanas
setelah meletusnya G 30 S PKI tahun 1965, Bawarasa Tosan Aji menghentikan
kegiatanya karena situasi tak lagi kondusif. Hal ini disebabkan oleh situasi
pasca G 30 S tahun 1965, Surakarta berada di bawah kekuasaan Panglima Penguasa
Perang. Pada situasi itu menerapkan jam malam dan membatasi orang berkumpul dan
berserikat. Orang yang akan melakukan pertemuan di siang hari, melebihi jumlah
lima orang harus ada izin khusus dari Penguasa Perang. Situasi politik saat itu
tidak memberikan peluang untuk mengadakan pertemuan rutin untuk membicarakan
keris kemudian organisasi itu beku. Kebekuan ini berlangsung cukup lama sampai
pada tahun 1970, cita-cita semula sebagai awal dari kemunculan kembali empu
keris di Surakarta kenyataanya terhenti di tengah jalan, karena situasi dan
kondisi politik pada saat itu.
- Lahirnya BRATASURA
BRATASURA
atau singkatan dari Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta merupakan yayasan yang
bergerak pada sektor Seni dan Budaya khususnya dalam pelestarian Tosan Aji. Yayasan ini merupakan
wadah dari semua komunitas perkerisan di Kota Surakarta, gunanya untuk
mempersatukan seluruh pecinta keris, kurator, pedagang keris, pengkoleksi keris
dan segala perwakilan dari lapisan masyarakat yang mempunyai minat dan
pecintaan untuk melestarikan warisan budaya tersebut.
Demi tetap terjaganya martabat dan nilai-nilai luhur pakerisan, akhirnya forum
Bawarasa Tosan Aji Surakarta (BRATASURA)
resmi melantik susunan kepengurusannya periode 2013-2017 di Bale Tawangarum,
Balaikota Surakarta, Sabtu 2 Februari 2013.
Empu Daliman
Puspabudaya sebagai ketua
Bratasura menjelaskan ada tiga tujuan utama pendirian forum Bratasura. Yang
pertama supaya kegiatan pakerisan di Solo tetap bisa terlaksana secara
berkesinambungan, kedua untuk menjaga martabat dan nilai luhur pakerisan. Sedangkan yang terakhir
untuk meningkatkan nilai ekonomis pakerisan itu sendiri. Kehadiran Bratasura
diharapkan sekaligus juga sebagai media edukasi masyarakat, yang ingin belajar
mengenai seluk beluk keris, mulai dari proses pembuatan, hingga ragam jenis
keris. Kesekretariatan BRATASURA beralamatkan di Sekretariat
: Jl. Singosari Selatan 1 No. 5 Nusukan, Surakarta. Dengan akte pendirian
yayasan dengan akte notaris no. 21. Sedangkan untuk areal yang digunakan
sebagai workshop atau padepokannya untuk membuat keris adalah Padepokan Meteor
Putih yang beralamatkan di Bonorejo rt.01/rw.02, Gondangrejo, Plesungan,
Karanganyar, Surakarta.
Dalam
keorganisasiannya, BRATASURA mencakup beberapa bidang, bidang-bidang tersebut
terbai menjadi tiga divisi bidang terkait yang saling melengkapi dalam
formasinya. Bidang-bidang tersebut di antaranya bidang divisi 1 meliputi bidang ekonomi
kreatif dan bidang pembinaan profesi, bidang divisi II meliputi bidang
pendidikan, penelitian dan pengembangan, bidang hukum dan kerja sama antar lembaga dan
hubungan masyarakat, dan terakhir bidang divisi III meliputi bidang umum dan
bidang pendokumentasian tosan aji. Setiap bidang mempunyai fungsi dan tugas
yang berbeda-beda menurut pengaturannya dari pihak pembina bidang atau sering
disebut koordinator bidang.
- Susunan Keorganisasian
Seperti
keorganisasian pada umumnya, susunan kepengurusan Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta
(BRATASURA) memiliki, dewan pembina, ketua, sekretaris, bendahara dan
seksi-seksi bagian, kadang seksi-seksi tersebut bisa dikatakan sebagai divisi
atau bagian unit kerja. Dewan pembina Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta (BRATASURA)
yang disebut di dalam organisasi ini adalah para senior atau sesepuh Mpu
(pembuat keris dan para ahli lainnya) yang mengayomi dan memberikan dukungan
terhadap pembentukan Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta (BRATASURA). Para sesepuh
tersebut terdiri dari Sekretriat Bersama Paguyuban Keris
Jawa Tengah (KERTABRATA), Sekretariat Nasional Keris Indonesia (SNKI), Paguyuban
Pedagang Keris Surakarta (PASUPATI), FEBERTAS Balai Soedjatmoko, Mpu
Keris senior dari Padepokan-padepokan keris di Surakarta, dan peneliti keris.
Para perwakilan organisasi tersebut merupakan kesatuan unit pembina yang
bertugas memantau kegiatan Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta (BRATASURA).
Setelah
pembina, kepengurusan selanjutnya dipegang oleh ketua sebagai penggerak dari
kegiatan yang diusulkan oleh para pembina tersebut. Ketua Bawa Rasa Tosan Aji
Surakarta (BRATASURA) dibantu oleh dua orang sekretaris dan segala manajemen
keuangannya dipegang oleh pihak bendahara. Setiap kegiatan lalu dilanjutkan dan
dikoordinasikan kepada para divisi bidang antara lain:
- Bidang I
a)
Bidang ekonomi
kreatif
Bidang ini merupakan pengayom pada anggota Bawa Rasa
Tosan Aji Surakarta (BRATASURA) yang merupakan pedangan keris, karen selama ini
para pedagang keris belum adanya keorganisasian. Bidang ekonomi kreatif
bertujuan agar para pedagang keris, mranggi (pembuat warangaka keris), kemasan,
pembuat pendok keris, pembuat mendak dan selut keris dapat terwadahi.
b)
Bidang pembinaan
profesi
Bidang pembinaan profesi bertujuan agar para mranggi
(pembuat warangaka keris), kemasan, pembuat pendok keris, pembuat mendak dan
selut keris dapat mempunyai penerus ataupun penggarap yang dapat mewarisi
keahlian tersebut, megingat hampir punahnya keahlian tersebut dan hanya
beberapa orang tertentu saja yang dapat membuatnya. Tujuan dari bidang ini
adalah membina generasi muda untuk dapat mempelajari dan menguasai keahlian
tersebut.
- Bidang II
a)
Bidang
pendidikan, penelitian dan pengembangan
Bidang ini merupakan bidang yang bertugas memberikan
rancangan penulisan, makalah dan lainnya ketika seminar dilaksanakan. Bawa Rasa
Tosan Aji Surakarta (BRATASURA) melaksanakan seminar yang diagendakan setiap
tahunnya. Anggota dari bidang ini merupakan para peneliti,penulis dan
kuratorial.
b)
Bidang hukum dan
kerja sama antar lembaga dan hubungan masyarakat.
Bidang ini merupakan naungan hukum dari Bawa Rasa
Tosan Aji Surakarta (BRATASURA), selain itu juga merupakan jaringan yang
menghubungkan Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta (BRATASURA) kepada yayasan atau
organisasi lainnya.
- Bidang III
a)
Bidang umum
Bidang ini merupakan bidang pendukung yang mempunyai
kewajiban dalam melaksanakan tugas sewaktu-waktu, dan dapat menggantikan jika
ada panitia ataupun anggota yang berhalangan hadir dalam acara-acara resmi, misalnya
merangkap kesekretariatan dalam seminar, tenaga pendamping dalam pameran atau
workshop,pendukung dalam acara kirab ataupun festival budaya, dan tugas-tugas
lainnya.
b)
Bidang
pendokumentasian tosan aji
Bidang pendokumentasian terbagi dalam dua kategori,
bidang dokumentasi audio visual, dan dokumentasi cetak. Perkembangan
selanjutnya mengacu pada pendokumentasian dan penulisan pada website di
internet. Tugas dari bidang ini adalah mendokumentasikan setiap detai dari
keris dan perangkatnya sesuai dengan petunjuk kurator, anggota yang terpilih
merupakan anggota yang mempunyai bekal pada bidang media rekam, dan mampu
mengetahui seluk beluk perkerisan, sehingga walaupun tanpa bimbingan dari
kurator, dapat memdokumentasikan secara detail.
- Logo dan Simbol
Logo dari Bawa Rasa Tosan
Aji Surakarta
Sumber; Doc. Sekretariat BRATASURA
Logo
dari Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta (BRATASURA) merupakan penggambaran dari kehidupan di
komunitas perkerisan di Kota Surakarta. Penggambaran dari semangat para pecinta,
kolektor, pedagang, kurator, peneliti dan pengkaji keris baik itu merupakan
keris Surakarta maupun keris dari wilayah lain, keris Kamardikan maupun keris
peninggalan yang merupakan artefak pada masa lampau. Simbol gambar Blangkon gaya Kraton Kasunanan Surakarta
merupakan tanda bahwa pendiri Bawa Rasa
Tosan Aji Surakarta (BRATASURA) adalah masyarakat Kota Surakarta, simbol padi
dan kapas merupakan penjelasan dari kemakmuran masyarakat yang dapat diciptakan
dan slalu akan terjadi di kalangan anggotanya, termasuk kemakmuran dari setiap
anggota Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta (BRATASURA). Gambar Keris gaya Surakarta, menyimbolkan
bahwa Bawa Rasa Tosan Aji Surakarta (BRATASURA) didirikan di Surakarta dan
ruang lingkupnya untuk keris di wilayah Kota Surakarta dan sekitarnya, walaupun
pada akhirnya nanti perkembangannya akan mengkaji keris di wilayah dalam maupun
luar pulau Jawa. Lingkaran kuning merupakan arti dari tanah yang subur dan
makmur. Pita merah dan putih menyimbolkan naungan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Berbentuk melingkar merupakan wadah dan naungan serta
perlindungan dari keseluruhan hasil karya seni tersebut.
SUSUNAN PENGURUS BAWARASA TOSAN AJI
SURAKARTA
(BRATASURA)
PERIODE TH. 2012 – 2017
No.
|
JABATAN
|
NAMA
|
1.
|
PELINDUNG
|
WALIKOTA SURAKARTA
|
2.
|
REKTOR ISI SURAKARTA
|
3.
|
PENASEHAT
|
FX HADI RUDYATMO
|
4.
|
SEKDA KOTA SURAKARTA
|
5.
|
KEPALA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
|
6.
|
DEKAN FAKULTAS SENI RUPA DAN DESIGN ISI SURKARTA
|
7.
|
PEMBINA
|
FAUZAN PUSPO SUKADGO
|
8.
|
JOKO SUYANTO
|
9.
|
HARDJO SUWARNO
|
10.
|
RONGGOJATI
|
11.
|
SUKAMDHI
|
12.
|
YANTONO
|
13.
|
BENNY ROOSMADHI
|
14.
|
KETUA
|
DALIMAN
|
15.
|
WAKIL KETUA I
|
AGUS TRIATMODJO
|
16.
|
WAKIL KETUA
II
|
BAMBANG .S
|
17.
|
SEKERTARIS
|
BAMBANG TETUKO
WIBOWO
|
18.
|
SUGIYARMASTO .M.M
|
19.
|
BENDAHARA
|
ADY SULISTYONO
|
20.
|
WARSITO SUPADMO
|
21.
|
BIDANG EKONOMI KREATIF
|
AGUS SRI WIBOWO
|
22.
|
WARINI
|
23.
|
BIDANG PENDIDIDKAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
|
JOKO SURYONO
THOMAS P. HAROYO
ADI PRABOWO
KUNTADI WASI DARMOJO
|
24.
|
25.
|
26.
|
27.
|
BIDANG PEMBINAAN PROFESI
|
BANDI
SUYANTO WIRYO CURIGO
PARKUS SUMANTO
SUYANTO .P
|
28.
|
29.
|
30.
|
31.
|
BIDANG HUKUM DAN KERJA SAMA
ANTAR LEMBAGA DAN HUMAS
|
DARYONO
BENY HATMANTORO
ANDRY WIJAYA
MUFTI RAHARJO
|
32.
|
33.
|
34.
|
BIDANG UMUM
BIDANG PENDOKUMENTASIAN
|
SENTOT HERNOWO
|
35.
|
DWI BUDI PURNOMO
|
36.
|
SIGIT YUNARKO
|
37.
|
MARYONO
|
38.
|
CAHYA SURYA HARSAKYA
|
Kesimpulan
Keris
merupakan warisan luhur dari hasil kebudayaan dan kesenian di Indonesia,
peninggalan hasil karya Nusantara yang mendapat penghargaan dunia Internasional
oleh UNESCO sebagai hasil kekayaan milik bangsa Indonesia. Keris merupakan suatu hasil karya seni yang
harus tetap terjaga kelestariannya. Keris tidak bisa berdiri sendiri, melainkan
dari berbagai unsur kesatuan yang melibatkan banyak penggarapnya, antara lain
seorang Mpu dan para Panjak-nya
(beberapa pembantu dalam pembuatan keris) beserta beberapa cantrik nya (murid Mpu pembuat keris, Mranggi (pembuat warangka), seorang pengukir garan (handle atau pegangan
keris), kemasan (ahli logam
mulia seperti emas), tukang penatah
(ukir) pendok dan lain sebagainya. Dari hasil wawancara dan pengumpulan
data yang diperoleh dalam penulisan manajemen seni di Organisasi Bawarasa
Tosan Aji Surakarta (BRATASURA)
adalah bentuk manajemen modern dengan pengembangan kegiatan yang cakupannya
terhadap pelestarian tradisi dan budaya di Kota Surakarta. Dari situlah
organisasi ini bergerak khususnya pada pelestarian hasil budaya dan karya seni
bangsa, yaitu Tosan aji. Kegiatan Organisasi ini juga merupakan bentuk
manajemen yang tersusun rapi, sehingga dalam pelaksanaannya setiap anggota
sudah memiliki tugas kerja sendiri-sendiri. Walaupun sumber dana Bawarasa
Tosan Aji Surakarta (BRATASURA)
yang penulis peroleh belum tertata dan selalu tidak
setiap saat, tetapi sumber dana yang utama adalah dari sponsor para pecinta
keris dan yayasan perkerisan di pusat yaitu SNKI Jakarta. Dengan manajemen
modern dan tertata, pihak organisasi Bawarasa Tosan
Aji Surakarta (BRATASURA)
dapat mengalokasikan dana tersebut secara tepat, dan
setiap akhir tahun, kegiatan yang direncanakan dapat terus dilaksanakan.