Dietrich Drescher
Penghargaan kepada *Dietrich Drescher* ketika acara KERIS FOR THE WORLD 2010, telah diterima olehnya dengan bangga dan haru.... ia mengenang Desa Ngentha-Entha Yogyakarta tempat tradisi pembuatan keris. Empu Entha Wayang yang suatu hari pindah dari Kerajaan Mataram Kartasura ke desa itu berkarya kemudian beberapa generasi setelah kematiannya, ada penerusnya yaitu Empu Supowinangun yang menjadi seorang pembuat keris terkemuka. Sepeninggal Empu Supowinangun tahun 1963, proses pembuatan keris terputus. Baru sekitar 1975 tradisi itu direvitalisasi. Penelitian dilakukan untuk menyelidiki misteri mengapa tradisi ini masih eksis hingga kini? Penelitian itu dengan pendekatan *sejarah sosial seni rupa, antropologi budaya, dan teknik, serta bentuk dan gaya.* Upaya revitalisasi yang dilakukan oleh dua maestro keris bernama Empu Yosopangarso dan Empu Jeno Harumbrojo - setelah memperoleh dukungan mental dan finansial dari dua orang asing bernama *Dietrich Drescher dan Garrett Solyom.*
Meskipun dua empu maestro telah meninggal dunia, tradisi pembuatan keris terus berlangsung yang diambil-alih oleh Empu Sungkowo, anak angkat sekaligus murid Empu Jeno Harumbrojo. Empu Sungkowo juga menjadi seorang maestro keris yang karya-karyanya hampir seperti karya buatan Empu Jeno Harumbrojo. Kesinambungan setelah revitalisasi tradisi itu tetap terjaga dan tumbuh dan di tengah kelangkaan empu secara nasional. Empu desa itu pun kiprahnya telah menginspirasi kebangkitan keris Indonesia. Tradisi yang semula terputus sejarahnya telah berhasil disambung kembali. Hal itu ditandai oleh realitas tradisi pembuatan keris yang berjalan sampai saat ini, baik teknis, bentuk, gaya aslinya dilanjutkan sebagai Tangguh Ngentha-Entha dengan identitas sendiri.
Sistem laku ritual sebagai satu kesatuan sistem tradisi masih dijalankan oleh Empu Sungkowo sebagai kader empu yang berkomitmen melanjutkan pewarisan itu secara utuh. Namun saat ini umur Empu Sungkowo sudah 60 tahun lebih, kekhawatiran di masyarakat tentang kemungkinan tradisi itu dapat mengalami kemandegan seperti apa yang pernah terjadi pada 1963 silam, ternyata terisi gemerlap karya-karya baru Keris Kamardikan, menyambung pelestarian setelah keris di deklarasikan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, *A Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity.