Selasa, 25 Maret 2025

SUNGGING WARANGKA KERIS EPISODE LAKON SAMUDRA MANTANA

SUNGGING WARANGKA KERIS
EPISODE LAKON SAMUDRA MANTANA  

Dikisahkan pada zaman Satyayuga, para Dewa dan asura (rakshasa) bersidang di puncak gunung Mahameru untuk mencari cara mendapatkan tirta amerta, yaitu air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. Sang Hyang Nārāyana (Wisnu) bersabda, "Kalau kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lautan Ksera (Kserasagara), sebab dalam lautan tersebut terdapat tirta amerta. Maka dari itu, kerjakanlah!"
Setelah mendengar perintah Sang Hyang Nārāyana, berangkatlah para Dewa dan asura pergi ke laut Ksera. Terdapat sebuah gunung bernama Gunung Mandara (Mandaragiri) di Sangka Dwipa (Pulau Sangka), tingginya sebelas ribu yojana. Gunung tersebut dicabut oleh Sang Anantabhoga beserta segala isinya.
Setelah mendapat izin dari Dewa Samudera, gunung Mandara dijatuhkan di laut Ksira sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor kura-kura (kurma) raksasa bernama Akupa yang konon katanya sebagai penjelmaan Wisnu, menjadi dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menahan gunung Mandara supaya tidak tenggelam.
Naga Basuki dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa Indra menduduki puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak melambung ke atas. Setelah siap, para Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan Naga Basuki sebagai tali. Para Dewa memegang ekornya sedangkan para asura dan rakshasa memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan hebatnya demi mendapatkan tirta amerta sehingga laut bergemuruh.
Gunung Mandara menyala, Naga Basuki menyemburkan bisa membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa. Lemak segala binatang di gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan Ksira mengental, pemutaran Gunung Mandara pun makin diperhebat.
Saat lautan diaduk, racun mematikan yang disebut Halahala menyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala makhluk hidup. Dewa Siwa kemudian meminum racun tersebut maka lehernya menjadi biru dan disebut Nilakantha (Sanskerta: Nila: biru, Kantha: tenggorokan). Setelah itu, berbagai dewa-dewi, binatang, dan harta karun muncul, yaitu:
Sura, Dewi yang menciptakan minuman anggur
Apsara, kaum bidadari kahyangan
Kostuba, permata yang paling berharga di dunia
Uccaihsrawa, kuda para Dewa
Kalpawreksa, pohon yang dapat mengabulkan keinginan
Kamadhenu, sapi pertama dan ibu dari segala sapi
Airawata, kendaraan Dewa Indra
Laksmi, Dewi keberuntungan dan kemakmuran
Akhirnya keluarlah Dhanwantari membawa kendi berisi tirta amerta. Karena para Dewa sudah banyak mendapat bagian sementara para asura dan rakshasa tidak mendapat bagian sedikit pun, maka para asura dan rakshasa ingin agar tirta amerta menjadi milik mereka. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para asura dan rakshasa dan Gunung Mandara dikembalikan ke tempat asalnya, Sangka Dwipa.
Melihat tirta amerta berada di tangan para asura dan rakshasa, Dewa Wisnu memikirkan siasat bagaimana merebutnya kembali. Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang wanita yang sangat cantik, bernama Mohini. Wanita cantik tersebut menghampiri para asura dan rakshasa. Mereka sangat senang dan terpikat dengan kecantikan wanita jelmaan Wisnu.
Karena tidak sadar terhadap tipu daya, mereka menyerahkan tirta amerta kepada Mohini. Setelah mendapatkan tirta, wanita tersebut lari dan mengubah wujudnya kembali menjadi Dewa Wisnu. Melihat hal itu, para asura dan rakshasa menjadi marah. Kemudian terjadilah perang antara para Dewa dengan asura dan rakshasa.
Pertempuran terjadi sangat lama dan kedua pihak sama-sama sakti. Agar pertempuran dapat segera diakhiri, Dewa Wisnu memunculkan senjata cakra yang mampu menyambar-nyambar para asura dan rakshasa. Kemudian mereka lari tunggang langgang karena menderita kekalahan. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para Dewa.
Para Dewa kemudian terbang ke Wisnuloka, kediaman Dewa Wisnu, dan di sana mereka meminum tirta amerta sehingga hidup abadi. Seorang rakshasa yang merupakan anak Sang Wipracitti dengan Sang Singhika mengetahui hal itu, kemudian ia mengubah wujudnya menjadi Dewa dan turut serta meminum tirta amerta. Hal tersebut diketahui oleh Dewa Aditya dan Chandra, yang kemudian melaporkannya kepada Dewa Wisnu.
Dewa Wisnu kemudian mengeluarkan senjata chakranya dan memenggal leher sang rakshasa, tepat ketika tirta amerta sudah mencapai tenggorokannya. Badan sang rakshasa mati, namun kepalanya masih hidup karena tirta amerta sudah menyentuh tenggorokannya. Sang rakshasa marah kepada Dewa Aditya dan Chandra, dan bersumpah akan memakan mereka pada pertengahan bulan.







Kamis, 20 Maret 2025

Program Studi Senjata Tradisional Keris ISI Surakarta

Program Studi Senjata Tradisional Keris

Program Studi Senjata Tradisional Keris di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta adalah program pendidikan tinggi yang berfokus pada pelestarian, pengkajian, serta pengembangan seni pembuatan keris sebagai warisan budaya Indonesia. Program ini berada di bawah Fakultas Seni Rupa dan Desain dan bertujuan untuk mencetak lulusan yang memiliki kompetensi dalam bidang kriya senjata tradisional, terutama dalam aspek pembuatan (teknik tempa), estetika, filosofi, hingga konservasi keris.

Sebagai satu-satunya program studi di Indonesia yang secara khusus mendalami keris dalam konteks akademik, Prodi ini berperan penting dalam menjaga kelangsungan tradisi pembuatan keris, baik dari perspektif teknis, historis, maupun budaya. Program ini juga mengacu pada regulasi pemerintah terkait pendidikan tinggi vokasi, seperti Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2014, yang mengarahkan pendidikan vokasi agar relevan dengan kebutuhan industri dan pelestarian budaya.

Program studi ini memiliki kurikulum yang mencakup:
Teknik pembuatan keris (besalen, penempaan, pamor, bilah, warangka)
Sejarah dan filosofi keris (makna simbolik, spiritualitas, dan pengaruh budaya)
Kajian estetika dan konservasi (restorasi, dokumentasi, dan preservasi keris)
Metode reproduksi seni (replikasi dan inovasi dalam pembuatan keris)

Sebagai bagian dari ISI Surakarta, program studi ini juga bekerja sama dengan berbagai komunitas, seperti pengrajin keris, museum, kolektor, serta lembaga budaya untuk memperkuat penelitian dan praktik pembuatan keris.


Visi dan Misi

  • Visi: Menjadi pusat unggulan dalam pendidikan, penelitian, dan penciptaan keris sebagai senjata tradisional dengan pendekatan seni, budaya, dan teknologi.
  • Misi:
    1. Menyelenggarakan pendidikan berbasis keterampilan praktik dan teori dalam pembuatan keris.
    2. Mengembangkan penelitian tentang seni, sejarah, dan filosofi keris.
    3. Berkontribusi dalam pelestarian dan revitalisasi tradisi pembuatan keris.
    4. Berkolaborasi dengan empu, besalen, komunitas, dan institusi budaya terkait.






Kurikulum dan Kompetensi

Program ini menawarkan mata kuliah yang mencakup aspek teknis, historis, dan artistik dalam pembuatan serta kajian keris, seperti:

  • Teknik tempa dan pamor keris
  • Filosofi dan simbolisme keris
  • Konservasi dan restorasi keris
  • Kajian seni dan budaya tosan aji
  • Manajemen seni kriya dan wirausaha seni



Keunggulan Program

  • Satu-satunya program akademik di Indonesia yang secara khusus mempelajari keris sebagai senjata tradisional.
  • Didukung oleh para praktisi dan akademisi yang berpengalaman dalam dunia perkerisan.
  • Bekerja sama dengan komunitas empu, besalen, serta lembaga budaya dan museum.
  • Menghasilkan lulusan yang dapat berkarier sebagai pembuat keris, konservator, peneliti, kolektor, dan akademisi dalam bidang senjata tradisional.