Galery ini membahas mengenai senjata adat dan beberapa koleksi. Kajian mengenai Keris dan Pusaka di Nusantara yang berhasil ditemui oleh penulis, dalam blog ini penulis juga membahas mengenai ritual, prosesi dan beberapa festival yang ada di seputar Kajian benda Pusaka Tersebut.
Rabu, 29 Mei 2019
Selasa, 28 Mei 2019
Pedang Nusantara Episode 1 KATGA, KADGA atau KODQA
Kadga Jenis Long Sword Pada Relief Candi Perwujudan Dewa Wisnu
Seputar Pedang Nusantara
Episode 1:
Dhapur Kadga
Pedang berusia 1739 tahun dari Indonesia. Serta foto Pusaka tindih dhapur Kadga sedang. Senjata tikam khas Nusantara dari awal masehi, juga pedang lar bango serta pusaka lain.
Pedang Katga dalam relief Candi Borobudur
Katga merupakan jenis pedang sedang, (Middle Sword) yang dipakai pada sistem pertahanan pasukan. adapun jenis Katga juga yang termasuk dalam pedang Panjang (Long Sword)
Kadga Jenis Long Sword
Kadga Jenis medium sword / middle Sword pada relief sebuah Candi di Jawa Timur
Realitas Pedang Kadga (jenis Middle Sword ) di Museum Belanda, dengan kecocokan pada relief di beberapa candi khusunya candi - candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang tersebar di wilayah Mojokerto dan seputar di Jawa Timur.
Pedang Kadga (jenis Middle Sword ) dalam Relief Candi Penataran, Jawa Timur.
Pedang Lar Bango
Tampak pada Relief merupakan dapur Pedang Lar Bango, merupakan pedang legendaris jenis Long Sword dari Nusantara. Bentuknya yang unik dan memiliki dua sisi tajam dengan alur sogokan sampai tengah pedang. pada salah satu sisinya identik dengan ciri taji ayam yang meruncing,
Pedang dapur Lar Bango jenis Long Sword
Periodisasi Keris : Zaman Kadewatan
Kitab Maha Nidessa dari India pertengahan abad ke-3 SM sudah menyebut Jawa. Ramayana karya Valmiki yang kemungkinan ditulis pada abad ke-4 SM dan abad ke-2 SM, menerangkan tentang Pulau Jawa yang disebut sebagai Yavadvipa (Pulau Jelai dalam bahasa Sansekerta) dengan tujuh kerajaan. Sebuah laporan Cina, Nan zhou i wou chih yang ditulis oleh Wan Zhen (222-280 M) menyebut tentang gunung-gunung berapi di Si-tiao, tanah yang subur, dan penduduknya memakai pakaian dari kulit kayu. Yang dimaksud dengan Si-tiai hampir pasti Pulau Jawa. Geographia karya Ptomely, seorang astronom Yunani dari Alexandria yang hidup sekitar tahun 100 M, mengisahkan tempat yang disebut labadiou. Sebutan ini mungkin dari kata Yavadivu, bahasa prakit untuk Yavadvipa.
Relief Keris Betok Budha
Bentuk Keris dapur Bethok merupakan jenis tactical sword/short sword
atau pedang pendek jenis tikam yang memiliki dua sudut tajam di sisinya.
Penemuan cetakan tanah untuk pengecoran logam di beberapa situs daerah Bandung dan Pejaten, Jakarta bagian selatan membuktikan bahwa orang Jawa sudah mampu membuat atau memproduksi logam pada masa proto-sejarah (200 M – 600 M). Pada masa ini kerajaan pertama yang diketahui di Indonesia ialah kerajaan Salakanagara (130 M – 362 M) yang merupakan cikal bakal kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat.
Jenis artefak logam berbahan perunggu di Indonesia yang terkenal ialah nekara besar dan dinamakan nekara Dong Son diduga diimpor setelah tahun 200 M dari pusat-pusat kebudayaan Dong Son di Vietnam Utara. Nekara-nekara ini ditemukan di sepanjang rangkaian pulau Sunda, dari Sumatera melalui Jawa ke Nusa Tenggara dan mencapai Kepulauan Kai dekat Irian Jaya (Papua). Ada juga Nekara yang ditemukan dari Kalimantan. Nekara digunakan sebagai tanda kebesaran raja atau kepala suku yang ingin berkumpul dengan kalangan elit dari berbagai negara lain. Selain Nekara, artefak lain yang diperkirakan dibuat pada masa ini di pulau Jawa ialah berbagai kapak corong dengan bentuk ekor walet, bejana dari Kerinci, Lampung dan Madura serta kapak upacara yang berukiran corak geometris dan figuratif yang berasal dari pulau Roti.
Teknologi pengolahan logam tentunya tidak melulu tentang teknik cetak lilin buang (a cire perdue) yang digunakan untuk mencetak nekara, namun ada juga teknik tempa lipat untuk membuat keris. Dalam buku-buku tentang keris dikenal masa kadewatan, yaitu salah satu periodisasi dalam dunia perkerisan di Pulau Jawa. Sebagian pecinta keris menganggap zaman Kadewatan adalah imajiner, tidak nyata dan tidak pernah nyata. Sebagian buku-buku kuno yang memuat tentang keris, seolah memberi gambaran bahwa keris itu asal mulanya adalah senjata para dewa, dan dibuat oleh empu-empunya kahyangan (Ensiklopedi Keris, 2011). Sebagian pecinta keris menganggap bahwa era Kadewatan adalah zaman tertua dalam periodisasi keris. Namun ada juga yang menganggap bahwa zaman tertua dalam periodisasi keris ialah zaman Kabudan. Kabudan ialah salah satu periodisasi dalam dunia perkerisan di Pulau Jawa. Sebagian pecinta keris menganggap zaman Kabudan berlangsung antara abad ke-6 sampai 9 atau 10, yakni sezaman dengan pembangunan Candi Borobudur sampai dengan awal zaman Kahuripan. (Ensiklopedi Keris, 2011). Dari pengertian kedua zaman tersebut dapat disimpulkan bahwa zaman Kadewatan berlangsung sebelum zaman Kabudan, jadi sebelum abad ke-6.
Penyebutan zaman pada dunia perkerisan memang tidak sama dengan penyebutan zaman pada periodisasi kerajaan di Indonesia.
Jika zaman Kadewatan itu berlangsung sebelum abad ke-6, maka kerajaan-kerajaan yang tercatat dalam sejarah di Pulau Jawa pada masa itu ialah Salakanagara (130-362), Tarumanagara (358–669), Kendan (536–612). Pada masa itu empu-empu yang terkenal ada beberapa yaitu :
1. Empu Ramahadi atau juga disebut empu Ramadi.
Beliau hidup di zaman Jawa Kanda (sekitar tahun 125). Dalam cerita rakyat beliau dianggap sebagai salah satu empu ketuunan dewa. Karyanya berupa 3 keris yang diberi nama : Sang Lar Ngatap, Sang Pasupati dan Sang Cundrikarum.
2. Empu Sakahadi atau juga disebut empu Iskadi.
Beliau hidup di zaman Medang Siwandata dan mengabdi pada prabu Dewakenanga. Beliau dititahkan untuk membuat keris yang sakti. Dalam satu tahun empu Sakahadi berhasil mewujudkan keinginan sang prabu. Keris ciptaannya dinamakan Sang Jalakdinding atau disebut juga Sang Jalakjinjing. Keris ini diciptakan sekitar tahun 216. Ketenaran sang empu Sakahadi membuat sang Prabu membunuhnya.
3. Empu Sukmahadi.
Hidup di sekitar tahun 230 (zaman Tulyanto) dan menetap di Jawa Timur. Beliau membabar satu pusaka saja yang diberi nama Sang Kala Hamisani. Setelah menciptakan (istilah dalam perkerisan : membabar) pusaka tersebut, beliau tidak lagi mau menjadi empu, sebab memiliki firasat bahwa karyanya pasti merenggut nyawa orang lain. Oleh sebab itu beliau memilih untuk mengasingkan diri ke pulau Bali mendekati puncak gunung Merbuk.
4. Empu Bramakedali
Beliau hidup di zaman Medang Kamulan, sekitar tahun 261. Karyanya ada 2 bilah pusak yang diberi nama Sang Balebang dan Sang Tilam Upih. Konon empu Bramakedali kurang senang dengan Sang Tilam Upih hingga pusaka tersebut dibungkus dengan klaras (daun pisang) kemudian dilarung di Laut Selatan.
5. Empu Saptagati
Beliau hidup di zaman Gilingwesi (sekitar tahun 165) bersama Prabu Naradigda. Beliau membabar 3 bilah pusaka yang diberi nama : Sang Jaka Serang, Sang Supana Sidik, dan Sang Jantra. Beliau mencapai umur lebih dari 100 tahun dan meninggal sekitar tahun 265.
6. Empu Pujagati
Beliau hidup pada zaman negeri Purwacarita, sekitar tahun 418. Ada 2 pusaka yang belia ciptakan yaitu : Sang Supanaluk (sempana luk), Sang bango Dholog.
7. Empu Sanggagati
Beliau hidup di negeri Purwacarita sekitar tahun 420. Empu tersebut merupakan murid dari empu Pujagati yang dipercaya untuk meneruskan bakat sang guru. Setelah empu Pujagati meninggal dunia, barulah empu Sanggagati berani menciptakan keris buatannya sendiri. Keris ciptaannya ada dua bilah yaitu keris yang memiliki lekuk atau luk dinamakan Sang Karagan dan keris yang lurus dinamakan Sang Setan Kobar.
8. Empu Dewayasa I
Beliau hidup di zaman negeri Wiratha, atau ada yang menyebut negeri Japara sekitar tahun 522. Ada 3 pusaka yang beliau ciptakan yaitu : Sang Ron Bakung, Sang Yuyurumpung dan Sang Dadapngerak. Empu Dewayasa diperkirakan berasal dari negeri Jambudwipa (India).
9. Empu Dewayasa II
Beliau hidup di zaman Purwacarita ketiga, beliau merupakan cucu dari empu Dewayasa yang pertama, beliau menciptakan 3 bilah keris pusaka yang bentuknya sama persis dengan pusaka buatan empu Dewayasa I. Pusaka tersebut dibuat secara bersamaan, namun penamaannya yang berbeda dari nama pusaka buatan empu Dewayasa I. Adapun keris pusaka buatan empu Dewayasa II ialah : Sang Carubuk, Sang Kebolajer, dan Sang Kabor.
Istilah penyebutan zaman pada buku-buku mengenai keris memang tidak sama dengan penyebutan zaman untuk periodisasi kerajaan di Indonesia. Namun jika merujuk pada penulisan tahun yang hampir semua buku tentang keris tidak ada perbedaan, maka bisa jadi Masa Kadewatan itu bukanlah sebuah zaman yang bersifat imajiner (khayal). Karena bisa jadi simbolisasi raja sebagai keturunan dewa yang dicampur dengan naskah-naskah pada kitab suci yang menyebabkan kerancuan antara fakta dan fiksi. Sebagai contoh ialah patung siwa yang diletakkan di dalam candi-candi Hindu. Patung dewa siwa itu merupakan perlambang dari Raja yang didharmakan pada candi tersebut. Pengetahuan tentang dewa-dewa tentu saja berdasarkan dari kitab suci. Sedangkan raja adalah manusia yang dianggap memiliki kekuatan seperti dewa, karena bisa jadi seorang raja memiliki jabatan tertinggi dalam suatu kekuasaan, memiliki kewibawaan, kekuatan dan sifat-sifat superior yang lainnya oleh karena itu ia bisa bertindak seolah-olah seperti dewa. Atau mungkin sifat-sifat dewa itu dimiliki oleh raja, sehingga ada anggapan bahwa raja itu adalah titisan dari dewa. Konsep Dewaraja inilah yang menyebabkan keris pada zaman Kadewatan seolah-olah bersifat imajiner, saya ambil contoh kisah tentang keris buatan empu Saptagati yang dibuat sekitar tahun 265, raja yang menitahkan ialah Maha Raja Buda Kresna di Purwacarita, riwayatnya yaitu : ketika raja Budawaka diperangi oleh raja Berawa di hutan Tulyan, raja Budawaka dengan hulu balangnya kalah, lalu lari menuju ke tanah Prayangan. Di hutan Medanggili, raja Budawaka berhenti dan bersemayam disitu. Negeri Medanggili dipindah nama menjadi Gilingwesi. Raja Berawa kemudian menjadi raja di negeri Medangkamolan. Sang Hyang Wisnu menjelma di Madyapada yang kedua kalinya dan menjadi raja di Medangkamolan, raja Berawa dititahkan merajai semua lelembut (makhluk halus atau jin). Raja Berawa selalu menurut segala perintah Sang Hyang Wisnu, lalu Sang Hyang Wisnu berganti nama menjadi raja Budakresna, negeri Medangkamolan dipindah juga menjadi negeri Purwacarita. (Kitab Klasik Tentang Keris, 2009).
Penyebutan negeri Medangkamolan (ada yang menyebut Medang Kamulan) pada cerita di atas tidak sama dengan penyebutan Medang pada periodisasi kerajaan di Indonesia. Cerita di atas terjadi sekitar tahun 265, sedangkan kerajaan Medang dalam periodisasi kerajaan di Indonesia terjadi sekitar tahun 752–1006.
Ini sedikit ulasan saya tentang zaman Kadewatan pada periodisasi keris di pulau Jawa, bagaimanapun juga periodisasi kerajaan di Indonesia merupakan bagian yang sangat penting dalam membentuk suatu peradaban dan kebudayaan sebuah bangsa. Bisa jadi masa proto-sejarah di Indonesia adalah suatu keniscayaan dimana sejarah tentang perkerisan di Indonesia diawali.
Bahan bacaan :
1. F.L. Winter (Kitab Klasik Tentang Keris, 2009)
2. Koesni (Pakem Pengetahuan Tentang Keris, 1979)
3. Bambang Harsrinuksmo (Ensiklopedia Keris, 2011)
4. Prasida Wibawa (Pesona Tosan Aji, 2008)
5. Dr. John Miksic ( Seri Indonesian Hertage : Sejarah Awal, 2002)
http://www.vikingsword.com/ethsword/maisey/
#kajiankerisdansenjataadat
#kajiankerisdansenjatatradisional
Kadga Pada Film Putri Gunung Ledang
Penggunaan Kadga jenis Middle Sword
Detail bagian Hulu dan Ganja Kadga
Pangeran Majapahit Memakai Kadga
Kadga yang digunakan Pangeran Majapahit memiliki ukuran middle Sword , panjang bilah se-lengan tangan pemiliknya dengan ukuran hulu 2 genggaman tangan. bilah kadga tersebut cocok untuk meredam serangan jarak pendek dan pertarungan besar.
Pangeran Majapahit Ketika Melawan Hang Tuah memakai Kadga , hulu kadga yang lurus memungkinkan pemilik memakai dua tangan untuk menahan (menangkis) serangan lawan yang berlangsung terus menerus.
Penggunaan Kadga jenis Long Sword tampak laras panjang dengan tapih ganda yang seimbang, hulu lurus tidak seperti jenis parang tebas yang memiliki hulu melengkung. Desain yang ergonomis sebagai senjata serang jarak dekat, dengan ujung yang diagonal , tidak runcing tetapi memiliki sudut segitiga melebar membuat serangan yang dihasilkan sangat fatal. desain hulu yang lurus digunakan sebagai pegangan satu tangan sebagai serangan dan dua tangan untuk menahan menangkis supaya meredam hantaman, jadi hulu didesain multifungsi.
Selasa, 21 Mei 2019
Senin, 13 Mei 2019
Minggu, 12 Mei 2019
Pusaka Sepuh Lidah ( old tongue in the sword ) supernatural powers
Pusaka Sepuh Lidah
( old tongue in the sword )
supernatural powers
Tahap terakhir, yaitu penyepuhan, dilakukan agar logam keris menjadi
logam besi baja. Pada keris Filipina tidak dilakukan proses ini. Penyepuhan ("menuakan logam") dilakukan dengan memasukkan bilah ke dalam campuran belerang, garam, dan perasan jeruk nipis (disebut kamalan). Penyepuhan juga dapat dilakukan dengan memijarkan keris lalu dicelupkan ke dalam cairan (air, air garam, atau minyak kelapa, tergantung pengalaman Empu yang membuat). Tindakan penyepuhan harus dilakukan dengan hati-hati karena bila salah dapat membuat bilah keris retak.
logam besi baja. Pada keris Filipina tidak dilakukan proses ini. Penyepuhan ("menuakan logam") dilakukan dengan memasukkan bilah ke dalam campuran belerang, garam, dan perasan jeruk nipis (disebut kamalan). Penyepuhan juga dapat dilakukan dengan memijarkan keris lalu dicelupkan ke dalam cairan (air, air garam, atau minyak kelapa, tergantung pengalaman Empu yang membuat). Tindakan penyepuhan harus dilakukan dengan hati-hati karena bila salah dapat membuat bilah keris retak.
Selain cara Penyepuhan yang lazim seperti diatas dalam penyepuhan
Keris dikenal pula Sepuh jilat yaitu pada saat logam Keris membara
diambil dan dijilati dengan lidah, Sepuh Akep yaitu pada saat logam
Keris membara diambil dan dikulum dengan bibir beberapa kali dan Sepuh
Saru yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijepit dengan alat
kelamin wanita (Vagina) Sepuh Saru ini yang terkenal adalah Nyi Sombro,
bentuk kerisnya tidak besar tapi disesuaikan.
Keris dikenal pula Sepuh jilat yaitu pada saat logam Keris membara
diambil dan dijilati dengan lidah, Sepuh Akep yaitu pada saat logam
Keris membara diambil dan dikulum dengan bibir beberapa kali dan Sepuh
Saru yaitu pada saat logam Keris membara diambil dan dijepit dengan alat
kelamin wanita (Vagina) Sepuh Saru ini yang terkenal adalah Nyi Sombro,
bentuk kerisnya tidak besar tapi disesuaikan.
Rabu, 08 Mei 2019
Kawali atau Badik Bugis
KAWALI (BADIK BUGIS)
Membaca KAWALI
Secara umum badik terdiri atas tiga bagian, yakni:
1.hulu (gagang)
2. bilah (besi)
3.Warangka (wanua) atau sarung badik.
Di
samping itu, terdapat pula pamor yang dipercaya dapat mempengaruhi
kehidupan pemiliknya. Badik Makassar memiliki kale (bilah) yang pipih,
battang (perut) buncit dan tajam serta cappa’(ujung) yang runcing. Badik
yang berbentuk seperti ini disebut Badik Sari.
Badik Sari terdiri atas bagian pangulu (gagang badik), sumpa’ kale
(tubuh badik) dan banoang (sarung badik). Lain Makssar lain pula Bugis,
di daerah ini badik disebut dengan kawali, seperti Kawali Raja (Bone)
dan Kawali Rangkong (Luwu).
Badik La Gecong Malela
yang konon dipercaya memiliki kandungan racun yang tinggi, dengan teknik sepuhan khusus pada bilahnya yang hitam.
Jenis Kawali (Badik Bugis) :
1. Kawali Lamalomo Sugi adalah jenis badik yang mempunyai motif kaitan
pada bilahnya dan dipercaya sebagai senjata yang akan memberikan
kekayaan bagi pemiliknya.
2. Kawali Lataring Tellu yang
mempunyai motif berupa tiga noktah dalam posisi tungku dipercaya akan
membawa keberuntungan bagi pemiliknya berupa tidak akan kekurangan
makanan dan tidak akan mengalami duka nestapa. Itulah sebabnya, badik
ini paling cocok digunakan bagi mereka yang berusaha di sektor
pertanian.
3. Kawali Lade Nateyai memiliki pamor berupa bulatan kecil
pada bagian pangkal dan guratan berjajar pada bagian matanya. Badik ini
dipercaya dapat mendatangkan rezeki yang melimpah bagi pemiliknya.
Badik ini memiliki kemiripan fungsi dengan Kawali Lakadang yang memiliki
motil berbentuk gala pada pangkalnya.
4. Kawali Lagemme’
Silampa. Salah satu badik yang dipercaya sangat ideal adalah Kawali Lagemme’
Silampa yang memiliki motif berupa urat yang membujur dari pangkal ke
ujung. Dipercaya bahwa pemilik badik tersebut senantiasa akan mendapatkan
keselamatan dan kesejahteraan dalam kehidupannya bersama dengan segenap
kaum kerabatnya. Sedangkan untuk mendapatkan kesabaran, maka dipercaya
harus memiliki Kawali Lasabbara.
5. Kawali Ilakkoajang adalah jenis badik yang dipercayai sebagai senjata
yang mampu mendatangkan wibawa serta derajat yang tinggi. Badik ini
memiliki motif guratan di seluruh tubuhnya.
6. Kawali Latenriwale. jenis badik petarung karena jika seseorang yang menginginkan kemenangan dalam setiap pertarungan hendaknya
memiliki Kawali Latenriwale. Badik yang memiliki motif berupa bulatan
oval pada bagian ujungannya ini dipercaya dapat membangkitkan sifat
pantang mundur bagi pemiliknya dalam setiap pertempuran.
7. Kawali Latenmmewa merupakan badik yang sangat tidak baik, karena
dipercaya badik ini tidak dapat menjaga wibawa dan kehormatan
pemiliknya.
8. Kawali Lamalomo Malaweng Tappi adalah badik yang memiliki motif berupa guratan tanda
panah pada bagian pangkalnya. Dipercaya, pemilik badik ini seringkali
terlibat dalam perbuatan zina.
9. Kawali Lamalomo Rialawengeng. memiliki mitos bahwa konon kabarnya pemilik badik seperti ini
seringkali istrinya melakukan perzinahan dengan lelaki lain.
Apapun kekuatan sakti yang dipercaya dikandung oleh sebuah badik, badik
tetaplah sebuah benda budaya yang akan meningkatkan identitas diri
seseorang,Seperti kata orang Makassar mengenai badik “Teyai burane punna tena
ammallaki badik (Bukan seorang lelaki jika tidak memiliki badik),
begitupun dengan kata orang Bugis, Taniya ugi narekko dena punnai kawali
(Bukan seorang Bugis jika tidak memiliki badik).
Langganan:
Postingan (Atom)