Badik Selayar
Sakking Ruku' Taji
Karya ; Cahya Surya Harsakya 2018.
Dari sosoknya yang khas, senjata tradisional Nusantara ini disebut sebagai Badik Selayar. Dari konstruksi bilahnya di Sulawesi disebutnya Salapu. Badik yang disebut sebagai Salapu, punggung bilahnya biasanya dua pertiga tumpul atau majal, dan sepertiganya tajam. Ada Salapu yang hanya lurus bilahnya, ada pula yang pakai luk atau lekuk ujungnya.
Kepulauan Selayar – yang memanjang di lepas pantai Sulawesi Selatan — merupakan salah satu di antara 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki kaitan sejarah dengan kerajaan besar Majapahit di Jawa Timur di abad ke-14. Tidak heran, jika salah satu model badiknya pun terpengaruh sosok senjata tradisional yang dibawa Majapahit, yakni keris.
Badik Selayar tertentu menampilkan luk di sepertiga ujung bilahnya, dan bahkan pakai “sekar kacang” atau kembang kacang, yang dalam bahasa Bugis disebutnya sebagai “Kadobue” atau ada juga yang menyebutnya sebagai “Kanuku Serra”. Badik Selayar seperti ini, sudah ada sejak ratusan tahun lalu namun belakangan mulai diproduksi lagi.
Tidak seperti halnya badik-badik Luwu di Sulawesi Tengah yang umumnya memakai teknik “baja gantung” (slorok baja tidak disisipkan di tengah, akan tetapi digantungkan di sisi tajam badik). Maka Badik Selajar, memakai teknik “slorok baja disisipkan di tengah” seperti halnya slorok baja pada bilah-bilah keris di Jawa. Teknik baja slorok yang disisipkan di tengah, juga dikenal pada Badik Makassar yang disebutnya sebagai Badik Lompobattang. Badik bugis Bangkung, juga pakai teknik slorok sisip di tengah seperti ini.
Negara Kertagama
Selayar juga disebut dalam catatan pujangga Majapahit terkenal, Mpu Prapanca dalam bukunya Negara Krtagama. Selayar (sanskrit ‘cedaya’) mengandung arti satu layar, karena konon dulu banyak perahu satu layar yang singgah di pulau ini.
Kedatuan Luwu, Perspektif Arkeologi, Sejarah dan Antropologi Edisi ke-2 (Iwan Sumantri, 2006), Pamor dan Landasan Spiritual Senjata Pusaka Bugis (Ahmad Ubbe, 2011), Senjata Tradisional Daerah Sulawesi Selatan, (Pananrangi Hamid dkk, 1987, 1988)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar