Khadga dan Keris Puthut Sa-Ajian / Puthut Sajen
(Menelusuri Prototipe Awal Keris)
KHADGA
Sering juga disebut Asi (bhs. Rigveda) / Khadga (bhs. Sanskerta klasik) atau Kandha (bhs. Hindi) adalah nama senjata yang pertamakali ada sebelum senjata2 lainya dibuat menurut Kepercayaan Ciwa/Hindhu. "Diciptakan" oleh Dewa Brahma (sebutan untuk manifestasi Daya KuasaNYA dlm penciptaan), berujud pedang pendek bermata tajam dan halus, sering disebut juga sebagai belati persembahan. Asi/Khadga/Kandha dan senjata2 para dewa disamping mempunyai fungsi teknomik (Teknofak) juga berfungsi sosioteknik (Sosiofak)dan ideoteknik (Ideofak), sebagai atribut seorang Dewa juga dari bentuknya mempunyai makna-makna yang simbolis filosofis dan mempunyai 'daya kekuatan' yang dahsyat. Dalam kepercayaan Çiwa-Budha Khadga dikenal sebagai 'pedang pemutus rantai karma dan pedang kebijaksanaan'. Bentuknya bisa terlihat pada gambar, bilah ada yang agak panjang dan pendek, tidak ber-lekuk (Luk), pada bagian pegangan tangan ada "pelindung tangan" atau sering disebut "Quillon". Bilah membentuk sudut siku terhadap Quillon sehingga tidak ada sudut kemiringan bilah/Condhongleleh.
Khadga yang kita lihat pada Relief di Candi atau Arca Dewa-Dewa termasuk dalam Seni Klasik yang berasal dari India, masuknya Kepercayaan Ciwa/Hindu ke Nusantara mengakibatkan Khadga juga terbawa dan juga dibuat oleh para Mpu Pande di Nusantara, hal ini dibuktikan dengan adanya artefak-artefak yang ditemukan. Di Agama Ciwa-Budha dimana Khadga bermakna sebagai "Pedang Kebijaksanaan" dari sisi fungsi yang bersifat Ideoteknik/Ideofak diadobsi menjadi apa yang disebut "Pedangpora" dlm kemiliteran/kepolisian kita, bentuk dan secara fungsinya lebih diutamakan sebagai fungsi Sosioteknik sebagai pelengkap seragam dan upacara kemiliteran dan fungsi Ideotekniknya sebagai "Pedang Kebijaksanaan", sehingga Pedangpora sdh bukan berfungsi sebagai "senjata utk berperang" (teknomik/teknofak).
KERIS SAJEN / KERIS Sa-AJIAN
Keris Sajen / Keris Sa-Ajian termasuk kedalam Seni Primitif, yang artinya dibuat sangat sederhana dan belum mengikuti aturan kerajaan. Bilah dibuat secara "iras" yang artinya bilah dan bagian pegangannya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah. Tidak memakai apa yang disebut "pelindung tangan / Quillon", Bilahnya tidak satu garis lurus dengan bagian hulu/pegangan, sehingga bilah mempunyai "sudut kemiringan/Condhongleleh" terhadap pegangannya. Berdasarkan pengukuran dengan skala derajad menunjukkan pada sudut-sudut berangka genap yaitu 86*, 84*, 80*. Bilah cenderung "pipih/tipis" dengan panjang bilah rata-rata sejengkal. Bentuk awal bilahnya "leres" (tidak Luk/tidak berlekuk-lekuk) dan belum ada "garis yang menunjukkan Bilah dan Gonja". Penyusunan material pada bilah awalnya belum memakai apa yg disebut "Slorok" yang terbuat dari besi baja.
Ciri khas disamping dibuat secara "iras" , pada bagian "hulu/pegangan" dibentuk sosok manusia yang masih diwujudkan dalam bentuk gaya "tribal arts" penampilannya seperti sosok manusia pada Arca2 Megalitik yg ada di Nusantara.
Kata Sajen atau Sa-Ajian berasal dari kata Sa dan Ajian:
– Sa bermakna Tunggal
– Aji bermakna Ajaran
– Sa bermakna Seuneu, bara atau Api (Aura-energi).
Bermakna Sa Ajian atau ajaran yang Tunggal atau menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilakukan oleh manusia sebagai CiptaanNYA. Dalam kehidupan keseharian diwujudkan dalam tindakan untuk selalu berusaha menyatukan keinginan (kahayang-kahyang) dengan keinginan alam atau beserta alam (menyatu dengan alam), sering juga disebut "kemanunggalan" antara keinginan Manusia-Alam dan Sang Maha Pencipta yaitu lebih untuk kepentingan Ideoteknik/Ideofak.
Dalam perjalanannya Keris Sajen yang semula berupa Seni Primitif oleh generasi selanjutnya diwujudkan juga menjadi Seni Klasik seiring dengan sudah adanya Kerajaan2 di Nusantara dan mempunyai "aturan-aturan" yang sudah ditetapkan oleh Kerajaan dengan Kepercayaan yang dianutnya yaitu Kepercayaan Ciwa/Hindhu dengan memasukkan Konsep Lingga-Yoni sehingga menjadi bentuk seperti Keris saat ini.
Keris sebagai Sebuah Karyaseni Tradisi mempunyai karakteristik bahwa "generasi selanjutnya sering membawakan gaya-gaya sebelumnya" sehingga menjadikan Keris Sa-Ajian tetap dibuat oleh generasi-generasi berikutnya dengan mengikuti kaidah-kaidah penyusunan materialnya maupun juga bentuknya. Sudah memakai Slorok, Saton Pamor dan ber-Luk.
Kalau bentuk bilah keris saat ini kita runut kembali dengan menyatukan bagian-bagian bilah yang saat ini terpisah maka pada akhirnya kita akan menemukan bentuk awal yaitu seperti halnya bentuk Keris Sa-Ajian / Keris Sajen/ Keris Puthut Sajen yang dibuat secara iras, sehingga ini menjadikan bukti bahwa Prototipe Awal Keris adalah Keris Sajen/Keris Sa-Ajian/Keris Puthut Sajen, jadi bukanlah Khadga seperti yang dipahami saat ini.
Keris yang seperti kita lihat saat ini adalah suatu bentuk Alkulturasi Budaya dan Sinkretisme dalam hal pemaknaannya yang tidak bertentangan dengan pemaknaan awal sebagai sebuah "Kemanunggalan"
Semoga dapat mencerahkan dan menambah pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar