Jumat, 06 Desember 2024

Fungsi Condong Leleh Keris

 Fungsi Condong Leleh  Keris

Condong Leleh pada keris tidak sekedar menunjukan sudut kemiringan bilah, tetapi juga memiliki fungsi tertentu, yaitu fungsi teknis, estetika dan makna simbolis

  • Fungsi teknis sebagai ketajaman bilah keris, penanda dan kedudukan keris
  • Fungsi Estetika bagian keindahan keris
  • Fungsi  makna simbolis yg terinspirasi dan dimuncul dari watak, karakter, cara pandang dan  sikap  manusia.

Sikap tersebut dapat kita liat dalam visualisasi karakter wayang...dgn posisi kepala yg menunjukan karakter dan makna simbolis yg berbeda beda.

Seperti posisi

  • Tegak Suryo matahari, bermakna berwibawa, Wisesa dan kekuasaan
  • Agak menunduk, Candra Bulan bermakna, waspada atau waskitha dan bijaksana
  • Menunduk lagi Kartika bintang, makna jarak pandang melihat bintang, perhatian, menarik hati,  popularitas, untuk menjadi bintang.
  • Sangat menunduk Buwono bumi,  bermakna pandangan ke arah  bumi, bermakna karejeken, rejeki jatuh ke bumi, memberi sikap yg merendah seperti padi berisi. 

Fungsi dan Makna condong leleh keris merupakan satu kesatuan fungsi teknis, estetika dan simbolis, yg memiliki rasa dan karakter tertentu, yg memberikan pengaruh dan membangkitkan spirit bagi pemiliknya.

Biasanya seorang Mpu akan membuat condong leleh keris,  akan di padu dgn pamor yg sesuai dgn tujuan dan makna simbolis.

Seperti : 

  1. Keris utk kewibawaan biasanya  Condong Leleh Suryo dgn pamor Blarak Sineret 
  2. Pamor Udan emas  Condong Leleh Buwono 
  3. Pamor Sekar  atau Ron Genduru Condong Leleh Kartiko 
  4. Pamor Adeg Condong Leleh Candra


Pendahuluan

Keris merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang sarat dengan nilai filosofis, estetika, dan spiritual. Dalam proses pembuatannya, setiap elemen pada keris dirancang dengan tujuan tertentu, baik dari segi fungsi maupun simbolisme. Salah satu bagian penting dari keris adalah condong leleh, yaitu bagian lekukan kecil yang terdapat pada bagian bawah bilah keris, tepat di dekat ganja. Elemen ini sering kali menjadi perhatian para penggemar dan peneliti keris karena perannya yang tidak hanya estetis tetapi juga fungsional.

Dalam budaya Nusantara, keris tidak hanya dianggap sebagai senjata tradisional, tetapi juga sebagai simbol status sosial, spiritualitas, dan kekuatan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap setiap elemen keris, termasuk condong leleh, menjadi bagian integral dalam mengapresiasi keindahan dan makna di balik keris itu sendiri.


Deskripsi dan Fungsi Condong Leleh

Condong leleh merupakan lekukan kecil yang terdapat di area bilah keris di dekat ganja. Fungsi utamanya dapat dibagi menjadi dua aspek utama:

  1. Fungsi Struktural
    Condong leleh membantu menjaga keseimbangan dan kekuatan struktur keris. Dengan adanya lekukan ini, tekanan yang diterima bilah keris saat digunakan dapat terdistribusi lebih merata, sehingga mengurangi risiko patah atau retak pada bilah.

  2. Fungsi Estetika dan Filosofis
    Dalam estetika keris, condong leleh menambah harmoni visual pada desain keseluruhan. Lekukan ini sering dianggap sebagai simbol keharmonisan dan kesinambungan. Secara filosofis, condong leleh melambangkan keluwesan atau kerendahan hati, mencerminkan nilai-nilai yang dihormati dalam budaya Jawa.

Sebagai bagian dari keris, condong leleh menunjukkan bagaimana seni dan fungsi berpadu dalam menciptakan karya yang tidak hanya indah tetapi juga bermakna. Elemen ini mengingatkan bahwa setiap detail dalam keris memiliki makna mendalam yang mencerminkan kearifan lokal Nusantara.

Bagian-Bagian Condong Leleh pada Keris dan Maknanya

Condong leleh adalah salah satu elemen kecil tetapi signifikan pada bilah keris. Bagian ini memiliki komponen-komponen yang dapat diuraikan secara rinci, masing-masing memiliki fungsi dan makna tertentu dalam estetika serta filosofi keris. Berikut adalah deskripsi bagian-bagiannya:

1. Lekukan Utama (Alur Condong Leleh)

  • Deskripsi:
    Lekukan utama ini berbentuk seperti garis melengkung yang dimulai dari ujung bawah bilah keris, tepat di atas ganja, mengarah sedikit ke atas sebelum menyatu dengan bagian bilah.
  • Makna:
    Melambangkan keluwesan dan harmoni. Filosofinya terkait dengan sifat fleksibel dan adaptif yang diperlukan dalam menjalani kehidupan, sejalan dengan nilai-nilai budaya Jawa yang menekankan kebijaksanaan dalam bertindak.

2. Pangkal Condong Leleh

  • Deskripsi:
    Merupakan titik awal lekukan, terletak sangat dekat dengan pejetan atau bagian bawah bilah. Pangkal ini sering terlihat sebagai titik yang mengarahkan pola aliran lekukan.
  • Makna:
    Melambangkan awal perjalanan hidup atau suatu proses. Filosofinya menunjukkan bahwa semua hal besar dimulai dari sesuatu yang kecil, menekankan pentingnya memulai dengan niat baik.

3. Lengkung (Kelokan Halus)

  • Deskripsi:
    Lengkungan yang membentuk kurva kecil pada condong leleh sering kali dibuat dengan sangat halus, menciptakan tampilan harmonis.
  • Makna:
    Menunjukkan perjalanan hidup yang tidak selalu lurus, penuh liku-liku dan tantangan. Filosofinya mengajarkan kesabaran dan kebijaksanaan dalam menghadapi berbagai rintangan.

4. Sambungan ke Bilah

  • Deskripsi:
    Bagian di mana condong leleh menyatu secara alami dengan bilah keris. Sambungan ini biasanya dibuat tanpa garis tegas, memberikan kesan transisi yang halus.
  • Makna:
    Melambangkan penyatuan elemen kehidupan—antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Filosofinya menekankan harmoni antara duniawi dan spiritual.

5. Hubungan dengan Ganja

  • Deskripsi:
    Condong leleh selalu berdekatan dengan ganja, bagian bawah keris yang sering dianggap sebagai "pondasi" dari keris itu sendiri. Hubungan ini mencerminkan keseimbangan dan dukungan struktural yang diberikan oleh ganja.
  • Makna:
    Menunjukkan pentingnya dasar yang kuat dalam kehidupan, baik secara spiritual maupun fisik. Ganja dan condong leleh bersama-sama melambangkan hubungan antara manusia dengan landasan moral dan spiritualnya.

Penutup

Setiap bagian condong leleh tidak hanya dirancang untuk fungsi mekanis, tetapi juga memiliki nilai estetika dan filosofi yang mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa keris adalah simbol kearifan lokal yang menggabungkan seni, spiritualitas, dan tradisi secara harmonis.

KRT. Cahya Surya Setyonagoro 



Kamis, 05 Desember 2024

Misteri Arca-Arca Kuno

 “Misteri Arca-Arca Kuno Ciampea: Jejak Masa Silam di Bogor”

Di lereng-lereng Pasir Sinala yang kini dikenal sebagai Ciampea, Bogor, peninggalan masa lampau tersimpan dalam bentuk arca-arca penuh teka-teki. Karya-karya pahatan ini, yang sebagian besar ditemukan antara abad ke-8 hingga ke-13 Masehi, mengundang pertanyaan besar: 

Telah telusuri beberapa arca yang sempat terdokumentasikan oleh fotografer legendaris Isidore van Kinsbergen pada tahun 1876.

1. Arca Ciampea Bogor

Arca ini menggambarkan sosok misterius, mungkin seorang raksasa. Berasal dari Tjampea, Bogor, arca ini menjadi salah satu bukti arkeologis yang memicu berbagai spekulasi. Arca ini sempat diabadikan oleh Isidore van Kinsbergen dan dideskripsikan dalam karya Bernet Kempers pada tahun 1959.

2. Arca Gajah dari Ciampea

Arca ini adalah sosok gajah yang diperkirakan berasal dari abad ke-8 hingga ke-13 M. Menurut catatan, patung ini digunakan sebagai nisan seorang pemuda yang gugur dalam pemberontakan. Lokasi penemuan di Kebon Koppi, Ciampea, Bogor, menghubungkan arca ini dengan tradisi lokal yang kaya akan simbolisme.

3. Arca Tanpa Kepala

Dijuluki sebagai “Headless Ascetic”, arca ini ditemukan di puncak Pasir Sinala. Meski kepala aslinya hilang, bagian itu diganti demi keperluan pemotretan, sebuah kesalahan fatal menurut para peneliti. Ukiran ini menonjol dengan desain yang sederhana, tanpa gelang tangan atau kilat bahu, dan kini menjadi sorotan dalam koleksi Universitas Leiden.

4. Arca Ciampea dengan Kepala Tambahan

Salah satu arca yang menarik perhatian adalah “Headless Ascetic with Detached Head”. Dalam foto yang diambil, kepala tambahan diletakkan untuk melengkapi arca ini. Diperkirakan berasal dari abad ke-13 hingga ke-16 M, masa ketika Kerajaan Sunda mulai mengalami kemunduran.

5. Arca dengan Mata Menonjol dan Taring

Arca ini menggambarkan seorang pertapa dengan mata melotot, taring, dan kalung ular. Terletak di antara kakinya, terdapat dua tengkorak yang menambah kesan mistis. Hingga akhir abad ke-19, patung ini masih digunakan dalam ritual lokal yang sarat mitos.

Kesimpulan

Arca-arca kuno dari Ciampea adalah saksi bisu sejarah yang menyimpan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Apakah mereka bagian dari kejayaan Tarumanagara atau Sunda Pajajaran? Mungkin, jawabannya ada di antara bebatuan kapur Pasir Sinala, menunggu untuk ditemukan.

#SejarahCiampea #MisteriArcaKuno  #PeninggalanBogor #WarisanNusantara #JejakKerajaanSunda




“Penemuan Arca Kuno Bergaya Siwaisme di Ujung Kulon, 

Jejak Budaya di Nusantara”

Sebuah penemuan bersejarah kembali mencuat dari Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Arkeolog menemukan sejumlah arca kuno yang terdiri atas dua arca kepala, lima arca pion, dan sebuah batu lumpang. Penemuan ini diduga berasal dari abad ke-7 Masehi dan memiliki gaya khas Siwaisme, menandai pengaruh budaya India yang mulai masuk ke Nusantara pada masa awal.

“Temuan ini menjadi bukti adanya pengaruh budaya India di tanah Jawa sejak masa awal. Hal ini sangat penting untuk memahami perkembangan peradaban di kawasan Nusantara,” ungkap Agus Aris Munandar, Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia.

Proses penggalian di lokasi tersebut masih berlangsung, di tengah harapan akan munculnya temuan-temuan lain yang bisa memperkaya sejarah interaksi budaya kuno di wilayah ini. Jejak budaya Siwaisme di arca-arca ini memberikan gambaran penting tentang peradaban Jawa purba dan pengaruh luar yang membentuknya.

(Sumber: Tempo, Kompas, Radar Banten)

#SejarahNusantara #PenemuanArkeologi #cagarbudayaindonesia #SiwaismeKuno #UjungKulonHeritage



Palindo atau Watu Palindo di Lembah Bada. Patung setinggi 4,5 meter ini disebut sebagai representasi dari penduduk mitologis pertama dari desa Sepe yang bernama Tosaloge.



Situs Megalitik Batu Gajah, ada sosok yg sedang naik gajah dg punggungnya menyandang pedang.